Laman

Rabu, 23 Februari 2011

Rintangan Manusia Indonesia Dengan Kebudayaan Asing


Tak bias dipunngkiri bahwa sampai pada saat ini budaya manusia Indonesia sedang mengalami tekanan yang sangat berat. Manusia Indonesia dalam hal kebudayaan saat ini mengalami berbagai rintangan dan halangan untuk menerima serbuan kebudayaan asing yang masuk lewat Globalisasi “perluasan cara-cara sosial”. Dalam hal ini teknlogi informasi dan komunikasi yang masuk ke Indonedia baik secara langsung ataupun melalua media maya atau stasiun televisi turut merobah cara kebudayaan Indonesia tersebut baik itu kebudayaan nasional maupun kebudayaan murni yang ada di setiap daerah di Indonesia. Dalam hal ini jelas terlihat ketidakmampuan manusia di Indonesia untuk beradaptasi dengan baik terhadap kebudayaan asing sehingga melahirkan perilaku yang cenderung ke Barat-baratan “westernisasi”. Kita pernah saksikan tragedi yang kurang terpuji dari tingkah laku anak-anak kecil yang melakukan/meniru salah satu tayangan televisi kita sebut saja “smackdown” dari penomena tersebut jelas sekali sangat merugikan, secara calon generasi penerus bangsa harus cepat punah karena telah terkontaminasi oleh budaya luar yang kurang baik. Tak hanya anak kecil yang turut kena imbas dari era globalisasi saat ini, terlihat dengan seringnya remaja/i Indonesia keluar-masuk diskotik dan tempat hiburan malam lainnya berikut dengan berbagai perilaku menyimpang yang menyertainya dan sering melahirkan komunitas tersendiri terutama di kota-kota besar seperti dijakarta. Namun tidak menutup kemungkinan prilaku seperti ini sudah merambah kekota-kota kecil bahkan sudah sampai pula ke pelosok-pelosok remaja desa. Bukan hal ini saja terjadinya berbagai kasus penyimpangan seperti penyalah gunaan zat adiktif, berbagai bentuk kategori pelacuran dan ‘western’ dan meningkatnya tindakan criminal dari segi asusila. Hal ini tak lepas dari ketidak mampuan manusia Indonesia dalam beradaptasi sehingga masih bersikap ‘conform’ dan ‘latah’ terhadap kebudayaan asing yang melenyapkan inovasi dalam beradaptasi dengan budaya asing sehingga melahirkan bentuk akulturasi. Bila dikaji dengan teliti hal tersebut mungkin dikarenakan ciri-ciri manusia Indonesia lama yang masih melekat seperti percaya mitos dan mistik, sikap suka berpura-pura, percaya takhyul yang dimodifikasi, konsumerisme, suka meniru, rendahnya etos kerja dan lain sebagainya bisa jadi mengakibatkan terhambatnya akulturasi (percampuran dua/lebih kebudayaan yang dalam percampurannya masing-masing unsurnya lebih tampak). Sikap etnosentrime (kecenderungan setiap kelompok untuk percaya begitu saja akan keunggulan/superioritas kebudayaannya sendiri dan sikap senosentrisme (sikap yang lebih menyenangi pandangan/produk asing) merupakan hal selanjutnya yang dapat menghambat terwujudnya kebudayaan nasional untuk kemajuan bangsa dan Negara Indonesia.
Sepertinya, sudah saatnya manusia Indonesia berikut dengan berbagai kebudayaan daerahnya yang ada melakukan suatu bentuk adaptasi yang sifatnya inovasi/pembaruan dengan budaya Barat/asing seperti dalam hal kesenian dimana instrumen musik tradisional dipadukan dengan instrumen modern (alat-alat band dengan teknologi komputernya) maupun perawatan berbagai benda kebudayaan dengan teknologi asing yang ada sehingga akulturasi dapat diwujudkan.
Selain itu, pengaruh media komunikasi seperti Televisi, radio, Internet sangat besar dampaknya dalam hal cara pandang manusia Indonesia terhadap ras. Sinetron-sinetron maupun film yang ditayangkan di Televisi dan bioskop yang memvisualisasikan dan mensosialisasikan gaya hidup ras eropa dan latin, turut mempengaruhi cara pandang manusia Indonesia terhadap budayanya  sendiri. Sehingga tidak timbul kesadaran untuk mempelajari tindakan sosial dan sebaliknya. Dalam hal ini manusia Indonesia sepertinya lebih mengagung-agungkan memuja memuja ras tersebut berikut dengan gaya hidupnya dan menjadikannya sebagai kelompok acuan “umumnya oleh kaum perempuan” serta Pahlawan Super Hero “khususnya buat anak-anak” sehingga secara tak langsung mempengaruhi akal dan intelegensi, emosi, kemauan, fantasi dan perilaku manusia Indonesia sehingga terkendala dalam memajukan kebudayaannya sendiri.
Mari kita batasi hal-hal negatif akibat era globalisasi tersebut dan ambil nilai-nilai positif yang berguna bagi diri sendiri, agama, bangsa dan negara, mulai dari detik ini kita buka mata demi kemajuan ibu pertiwi dengan melestarikan nilai-nilai kebudayaan Negara kita sendiri. Menunjukan kepada orang luar, bahwa khas kebudayaan Negara kita lebih baik dibandingkan denagn semuanya. Kalau bukan kita sebagai generasi bangsa siapa lagi..kalau tidak diawali sekarang, mau kapan lagi..

Manusia dan Kebudayaan


Rangkuman dari dalam buku Ilmu Sosial dan Budaya Dasar H. Fri Suharya., SH., MH.
 Penerbit  Maharani Press - Bogor 2007.

Sebelum masuk kepada tema yang akan saya tutukan alangkah baiknya kita mengulas kembali apa itu pengertian dari kebudayaan, Secara gramatikal kata budaya ini berasal dari bahasa Sansekerta yang berbunyai buddayah, yakni suatu bentuk jamak dari budi yang mengandung pengertian Budi atau Akal. Hasil budaya atau buah budi manusia manusia apa yang dikenal dengan istilah atau kata kebudayaan. Kebudayaan ini ada yang berwujud kebendaan (materiil) ada yang tidak berwujud kebendaan (non-materiil). Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism. Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic. Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial,norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.
Menurut Edward Burnett Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat. Menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.
Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
Karena disini disebut manusia, maka yang dimaksud adalah individu dan masyarakat. Karena manusia adalah mahluk social (homo socius). Pada dasarnya masyarakat itu mmerupakan ndividu yang diorganisasikan. Drs. SOENARTO. Op. Cit. Hal 65. Jadi jelas kalau mengatakan manusia meliputi di dalammnya baik dalamnya baik secara individu maupun masyarakat. Antara manusia dan kebudayaan terjalin hubungan yang sangat erat, sebagaimana yang diungkapkan oleh Dick Hartoko bahwa manusia menjadi manusia merupakan kebudayaan.
Hampir semua tindakan manusia itu merupakan kebudayaan. Hanya tindakan yang sifatnya naluriah saja yang bukan merupakan kebudayaan, tetapi tindakan demikian prosentasenya sangat kecil. Tindakan yang berupa kebudayaan tersebut dibiasakan dengan cara belajar. Terdapat beberapa proses belajar kebudayaan yaitu proses internalisasi, sosialisasi dan enkulturasi.
Selanjutnya hubungan antara manusia dengan kebudayaan juga dapat dilihat dari kedudukan manusia tersebut terhadap kebudayaan. Manusia mempunyai empat kedudukan terhadap kebudayaan yaitu sebagai :
1) penganut kebudayaan,
2) pembawa kebudayaan,
3) manipulator kebudayaan, dan
4) pencipta kebudayaan.

            Pembentukan kebudayaan dikarenakan manusia dihadapkan pada persoalan yang meminta pemecahan dan penyelesaian.  Dalam rangka survive maka manusia harus mampu memenuhi apa yang menjadi kebutuhannya sehingga manusia melakukan berbagai cara. Hal yang dilakukan oleh manusia inilah kebudayaan. Kebudayaan yang digunakan manusia dalam menyelesaikan masalah-masalahnya bisa kita sebut sebagai way of life, yang digunakan individu sebagai pedoman dalam bertingkah laku. Sebagaimana telah diungkapkan diatas bahwa manusia untuk mempertahankan hidupnya manusia mempunyai kebutuhan-kebutuhan tertentu. Akibat itu pulalah lahirnya kebudayaan dan cara-cara serta usaha-usaha untuk memenuhi kebutuhan. Kebutuhan itu tentu saja sesuai dengan tingkat keadaan sekitarnya, sehingga jelaslah sudah hubungan antara manusia dengan kebudayaan itu tidak bias dipisahkan. Karena didalam kelangsungan hidupnya manusia akan selalu membutuhkan hasil ciptaan kebudayaan dalam berbagai lapangan kehidupannya.